Tek-Tok di Penanggungan, Sebuah Ujian Mental

Penanggungan, sang penggoda (dok.pri)


Kedua kalinya dalam dua tahun berturut-turut Aspala kembali mendaki gunung yang disucikan oleh Majapahit. Gunung ini seolah memanggil setiap kali kami melakukan pendakian gunung/ bukit di sekitarnya.

Kapok lombok sebuah ungkapan yang pantas untuk kami. Berat tapi ”ngangeni” makanya kami mendaki  gunung yang namanya diabadikan dalam prasasti kuno ini kembali. Tetap dengan cara yang sama ”tek-tok” sekali jalan.

Ba’da subuh, seperti biasa berkumpul, kali ini kami menyewa elf yang harga sewanya naik  mengikuti harga solar. Ber 15 yang ikut naik elf ini, Dua orang lainnya naik mobil pribadi dan akan bergabung di basecamp.

Dengan jumlah rombongan yang lebih banyak, 17 orang. Lebih rame lebih seru. Anggota rombongan dari berbagi usia dan pengalaman serta kondisi fisik yang berbeda pula. Menghadirkan cerita tersendiri.

Sayangnya si anak SD yang beberapa kali pendakian mengatakan gunungnya kurang tinggi tidak bisa turut. Karena seminggu sebelumnya jatuh di got ketika naik sepeda, ditambah dengan terserang Flu Singapura yang membuat kakinya bentol dan penuh bercak plus bengkak.

Cahaya matahari sudah terik kala kami masuk ke kawasan Pendakian Via Tamiajeng. Setelah prepare peralatan -yang perempuan sibuk mengoleskan sunscreen- serta urusan perijinan sudah beres kami melangkahkan kaki melewati Gapura.

07.52 Berangkat (dok.pri)


Base Camp – Pos 2 || Jalan Kaki di Jalan Kampung

Jalan yang dilewati merupakan jalan desa yang berupa makadam yang di berbagai tempat batunya sudah lepas dari ikatan. Kiri kanan merupakan perkebunan penduduk jadi tidak heran kadang kita akan disalip maupun bersimpangan dengan motor-motor mereka.

bonus turunan (dok.pri)


Bonus turunan di awal walaupun anda tahu, mendaki itu pasti selalu naik. Dan benar saja perlahan menjadi menanjak secara konstan ditambah jalan yang lurus membuat seolah tak berujung.

Ternyata itu semua hanya fatamorgana, dari kejauhan ketika kita sudah bisa melihat pepohonan disitu pula Pos 2 berada. Bangunan Pos 2 sendiri mirip sebuah Pos Kamling yang berada disebelah kiri Jalan sedangkan dikanan berdiri beberapa warung yang menyediakan makanan, minuman serta tempat istirahat.

Disini pula warung terakhir, jika perbekalan anda kurang lengkapi disini, karena setelah ini akan masuk hutan. Tentunya sudah tidak ada warung lagi, sumber air pun juga tidak ada.

08.19 WIB Pos 2 (dok.pri)


Pos 2 – Pos 3 || Jaraknya Pendek Ceritanya Ikut Pendek

Selepas pos 2 ini kita akan masuk hutan tropis dengan kerapatan tinggi otomatis lebih teduh. Jalurnya relatif landai. Dengan jalur yang memanjakan ini untuk sampai di Pos 3 tidak membutuhkan waktu lama.

08.42 WIB, Pos 3 (dok.pri)


Pos 3 – Pos 4 || Meniti Anak Tangga di Hutan Yang Teduh

Disinilah baru terasa tenaga menjadi terkuras. Seperti tahun sebelumnya, ini merupakan jalur terpanjang dalam pendakian ini. Hutan disini semakin rapat, sinar matahari tidak sampai menembus kanopi dedaunan. Kondisi ini yang membuat tubuh bingung, berkeringat namun udara dingin menghujam dari luar. Sempatkan istirahat jika memang tubuh terasa lelah, atau agak aneh. Menyingkap baju bisa jadi solusi.

Berbeda dengan tahun lalu, sekarang banyak jalur baru yang dibuat. Jika dulu lebih landai dan memutar, kali ini banyak jalur by pass. Untungnya, tentu lebih cepat menambah ketinggian, namun kerugiannya semakin cepat pula nafas keluar masuk alias ngos-ngosan.

09.21 WIB, Tarik Nafas (dok.pri)


Pos 4 – Puncak Bayangan || Berjalan Untuk Menggapai (Puncak) Bayangan

Tanjakannya semakin ”ndeder” kalau orang jawa bilang, atau semakin curam, hutan juga mulai terbuka, ilalang sudah tumbuh diantara pepohonan. Sinar matahari sudah ikut campur menyinari, keringat akan keluar lebih deras.

tugu memori (dok.pri)


Jika kita menoleh kebelakang, maka samar-samar pemandangan dari perumahan dan permukiman sudah kelihatan. Tidak jauh dari Pos 4 anda akan menemukan sebuah tugu memoriam seorang anggota mapala yang meninggal dunia di gunung ini. -jika ingin cerita lengkap, mampirlah ke ”bapak”, pemilik warung di depan Pos 2 Pas.

Diatasnya lagi setelah melewati segumbulan pohon pisang kita bisa menyaksikan, batu-batu andesit berbentuk persegi, diantaranya ada yang memiliki relief. Kemungkinan itu merupakan reruntuhan candi. Sayangnya tidak ada yang ”nguri-nguri”. - Mungkin saking banyaknya situs di gunung yang  katanya merupakan potongan dari puncak Semeru ini. Penelitian terakhir menyebutkan ada sekitar 131 candi maupun punden berundak.

salah satu candi dari 131 candi (dok.pri)


Ujung dari jalur ini sebuah lapangan luas yang mampu menampung banyak tenda. Biasanya para pendaki akan ngecamp disini, baru summit pada malam menjelang pagi untuk mencegat sunrise.

10.24 WIB, finish Puncak Bayangan (dok.pri)


Puncak bayangan ini memiliki pemandangan yang sangat indah, dengan latar Puncak Pawitra dengan jalur yang akan kita lalui. Disini juga batas vegetasi, pepohonan terakhir ada disini, karena setelah ini kita akan memasuki vegetasi ilalang.

camping area, sabtu siang masih sepi (dok.Aspala)

Disini sebenarnya pemandangan sudah sangat indah, namun karena bukan puncak sejati, bagi sebagian orang tetap belum menaklukkan gunung yang yang memiliki delapan gunung/bukit perwara ini.

disini sudah indah (dok.Aspala)


Puncak Bayangan – Puncak Pawitra (Sejati) || Ketika Dengkul Sering Bertemu Dada dan Dagu Di Siang Bolong

10.43 WIB Menuju Pawitra (dok.pri)


Selepas lapangan camping dan pepohonan, kita akan menjumpai sebuah gubug, yang dipergunakan sebagai warung. Buka hanya hari Sabtu, Minggu dan Hari Libur, jam bukanya pun terbatas mulai pagi subuh sampai jam setengah 3 sore saja.

bukan mbok yem (dok.pri)


Penjualnya seorang ibu -saya lupa menanyakan namanya- yang setiap berjualan dia berangkat dari rumahnya di Kunjorowesi jam 2 Pagi. Tidak seperti Mbok Yem, warung legend di Lawu, ibu ini tidak tinggal disitu. Yang dijual pun juga terbatas hanya minuman, makanan kecil dan mie instan mentah, kadang-kadang juga membawa buah-buahan.

Selepas warung ibu, kita akan menyusuri jalan setapak biasa, kemudian beralih ke jalan setapak yang juga saluran air saat hujan. Inilah jalur menantang, medan terjal ciri khas Penanggungan, yang menjadikan menggapai Pawitra bukan perkara mudah. Kelenturan kaki juga turut menjadi salah satu penunjang keberhasilan.


menatap tantangan (dok.pri)

Kontur tanah menanjak 45 derajat (ada yang lebih) dengan batu-batu yang seperti ABG - masih labil- menjadi pijakannya. Di beberapa tempat harus merangkak bahkan memanjat. Harus pandai memilih jalan yang mudah untuk dilewati. Semakin keatas, bebatuan yang menjadi pijakan lebih solid tidak lagi labil, longsor. – seiring waktu, batu-batu tersebut ternyata juga bertambah dewasa-

Tidak ada pohon disini, sama sekali. Jadi jika ingin berlindung dari angin atau panas matahari terpaksa tiarap. Kaki rawan kram, terutama karena harus melakukan gerakan akrobatik 3 D (Dengkul ketemu Dada dan Dagu).

Tempatnya yang terbuka maka jika kita menengok atau berbalik serasa berada di pinggir jurang. Inilah ujian- nyali, kesabaran dan ketabahan untuk terus atau berhenti kemudian menunggu saja di bawah.

tempat berlindung darurat (dok.pri)


Kita akan melewati batu gantung dan gua, yang juga batas dari batuan labil dengan batu padas. Jika masih ada tenaga silakan berfoto disini untuk mendapatkan view yang berbeda dari yang lainnya.

batu gantung  (dok.pri)


Setelah melewati gua, bendera puncak sudah kelihatan, dan hanya beberapa puluh meter saja. Tinggal melintasi hamparan batu padas . Tipisnya udara dan rasa capek setelah melahap medan berat membuat kaki berat melangkah diatas bebatuan ini. Biasanya anda akan digoda, ingin perjalanan sampai disini saja, sudah tinggi, tempatnya juga nyaman.

sudah didepan mata (dok.pri)

Di sekeliling kita akan tampak ilalang bekas kebakaran beberapa waktu lalu. Gunung ini, terutama di musim kemarau memang rawan kebakaran. Kebakaran ini pulalah yang menyingkap keberadaan candi-candi yang ada di gunung tempat Airlangga menyusun kekuatan untuk memukul balik kerajaan Wora-Wari.

Kebakaran pulalah yang menunjukkan disini pernah ada jalur kuno yang diperkirakan bisa dilewati kereta kuda para pejabat majapahit hingga ke puncaknya. Blessing Indiguised.

Puncak Pawitra ||  Menunggu Kabut Pergi

12.54 WIB


Arti dari pawitra adalah kabut, jadi jangan heran dan tidak usah kecewa jika sesampainya di puncak kita tidak bisa melihat apapun karena kabut menyelimuti sekitarnya. Mencapai Pawitra sudah sebuah kebanggan tersendiri, rasa bahagia, haru tumpek blek jadi satu. Permasalahan yang ada seakan hilang dari pikiran – karena kecapekan-

Bendera yang menjadi tanda puncak berada di bibir kawah yang sekarang sudah menjadi lapangan. Di lapangan bekas kawah tersebut ada makam seorang syekh, yang bernama Syahadi. Dulu juga pernah ada pura disini namun entah kenapa pura tersebut ”hilang”. Diseberang juga ada gua lagi.

Bekas Kawah, Makam, Gua Di Pawitra (dok.pri)


Kepercayaan para peneliti di puncak Gunung yang sudah terkenal sejak abad ke 10 Masehi ini ada sebuah altar yang besar, namun bentuk dan tempat pastinya belum terbukti. Menurut sebagian ahli sejarah, yang menjadi altar adalah gunung ini sendiri. Mungkin waktu yang akan membuktikan. Mungkin anda tidak sengaja bisa menemukan.

Menikmati bekal, ngopi dan berfoto merupakan agenda wajib setiap di puncak. Walaupun seringnya berkabut, apabila bersabar kita akan ditampakkan view yang indah. Namun tetap hati-hati untuk mencari spot foto, jika terjatuh dengan kontur seperti itu tentunya akan sangat berbahaya.

Aspala Penanggungan-ers (dok.Aspala)

Yang sampai puncak: baris depan: Saya, Mas Ilham, Mas Hadi (pendaki beneran), Mas Dani, Mas Aris, Mas Huda, dik Zidan (anak SMA), Mas Taufik. Baris Kedua: Mbak Evva, Mbak Ludy anita, Dik Imey, Mbak Atik, Pak Rojikin (senior), Kaji Andik, Dik Camel, Mbak Risma, Pak Tis alias Pak Ichwan(Senior, 52 th), Mas Eko.

Umur bukan halangan, tinggal kemauan.

Perjalanan Turun || Hati-Hati Terpeleset

13.40 WIB, Mulai Turun (dok.Pri)


Untuk perjalanan turun bukan perkara yang mudah. Jalur yang terbuka bagi sebagian orang menimbulkan ketakutan tersendiri. Apalagi jika orang tersebut phobia ketinggian. ”Kudu njlungup” begitulah perasaan orang yang baru pertama. Hati-hati adalah kunci, minimal menjaga agar tidak terpeleset untuk menghindari malu.

jalurnya ngangeni (dok.pri)


Ibu yang berjualan di sekitar Puncak Bayangan sedang bersiap pulang ketika saya menyapanya. Tim kami masih tertinggal di belakang, 2 orang, namun karena tidak cidera dan kebetulan juga suami istri. Sang suami yang telah beberapa kali naik gunung ini, mereka minta agar ditinggal saja.

Setelah puncak bayangan jalur sudah menjadi medan tanah, lebih mudah untuk menuruninya. Kami sempat bertemu dengan seorang pendaki cilik berumur 5 tahun bernama Ilona berasal dari Surabaya. Anaknya  cantik, ceria dan ramah. Mendaki bersama ortu dan pamannya. Ilona tampak menikmati sekali pendakian kelimanya.

Ilona kuat tuh (dok.Aspala)


Perjalanan turun bisa dinikmati dengan enjoy. Jarak untuk mengambil nafas lebih panjang, lebih jarang berhenti.

Warung Depan Pos 2 || Cerita dari Penanggungan

Sebagian besar rombongan kami sudah sampai di base camp tempat awal berangkat, sudah mandi dan beribadah. Ketika kami bertiga mampir di warung yang banyak menyediakan tempat rebahan ini. Disinilah kami bertemu dengan seorang lelaki pemilik warung ini yang menyebut dirinya Bapak.

sang Bapak (dok.pri)


Sambil menemani kami menikmati segelas besar teh hangat, beliau bercerita banyak hal tentang Gunung Suci ini. Salah satu yang menjadi bahan adalah proses evakuasi anggota mapala yang namanya terukir di tugu peringatan dekat Pos 4 tersebut. Tidak perlu saya ceritakan, juga tidak perlu saling menyalahkan. Semoga Almarhum tenang disana.

Bapak ini rupanya seorang relawan penjaga gunung, yang selalu hadir pada setiap kejadian. Yang terakhir adalah ikut memadamkan kebakaran di Puncak.

Setelah menandaskan teh manis yang kami pesan dan tenaga juga sudah pulih, kami berpamitan karena waktu juga sudah sore.

Satu hal baru yang saya dapatkan dari beliau adalah bahwa teh tanpa gula bisa menambah stamina untuk naik gunung. Sepertinya bisa dicoba

Pos 2 Ke Base Camp || Jalan Kampung Yang Menyesatkan

Dari Pos 2 ke Base camp sebenarnya tinggal lurus saja, mengikuti jalan kampung yang dilalui saat berangkat. Tapi karena tenaga sudah terkuras, salah satu anggota kami, Mas Eko malah berbelok. Alhasil dia muncul di desa sebelah, untungnya tidak terlalu jauh dan warga sekitar mau menunjukkan jalan kembali ke base camp.

Sebelum pukul 17.00 WIB semua anggota Tim semua sudah berkumpul, kecuali 2 orang yang minta ditinggal, posisi saat itu sudah berada di Pos 3 menuju Pos 2, berarti sudah aman. Di Jalur pendakian, sinyal seluler hampir tidak pernah lost, jadi komunikasi tetap bisa dilakukan tanpa menimbulkan salah paham.

Menurut aplikasi Relieve, jarak tempuhnya 10,5 Km dengan lama perjalanan total 9 Jam 11 menit (berangkat +/-4,5 Jam, Turun +/- 3,5 Jam). Ini merupakan catatan waktu di saya yang menjadi sweeper, bisa dibilang yang paling terakhir datang.  Untuk rombongan awal, selisih 1 jam lebih cepat baik ketika sampai di Puncak Bayangan, Pawitra maupun saat kembali Basecamp.

16.52 WIB, sudah berkumpul di basecamp (dok.pri)


Sambil berjalan mundur, memandang Pawitra dari bawah, seakan tidak percaya sudah 2 kali mencapai puncak gunung dengan metode yang sama, Tek Tok.

Hanya Saran

Untuk mendaki gunung ini apalagi jika pengen Tek Tok,ada baiknya sebulan sebelumnya berlatih berjalan kaki, lebih baik jika naik turun tangga. Latih pula kelenturan kaki, mengingat jalurnya yang ekstrem.

Jika sakit atau masa penyembuhan, Tunda saja sampai tubuh fit kembali. – jangan seperti saya, naik gunung ini masih flu dan batuk. Tubuh menjadi bingung memberikan respon nafas ngos-ngosan karena capek, hidung tersumbat atau pengen batuk, kasian otak kita, yang tujuannya pengen refreshing malah jadi mikir.

Walaupun tek tok, sebaiknya tetap membawa senter. Juga usahakan berangkat start dari basecamp sepagi mungkin, agar tidak seperti kami ketika melalui jalan terjal selepas puncak bayangan pada siang bolong, yang ketika Adzan Dhuhur sedang berada di tengah-tengah jalur terjal tersebut.

Tetap bawa pulang sampahmu, walaupun hanya puntung rokok.

Penanggungan Via Tamiajeng, Yuk Kesini lagi !




Komentar

Postingan Populer