Mendaki Gunung Bekel.. Siapkan Mentalmu!!!!
si kecil yang menggemaskan |
Gunung Kecil Yang bikin Menggigil
peta dan kenyataan berbeda |
Pada kenyataannya,
akan berbeda sama sekali yang dirasakan ketika benar-benar berjalan kaki disitu,
perlu waktu dan tenaga berlebih, yang harus didukung dengan perpaduan mental
dan tekad yang kuat.
Untuk
menuju puncak gunung Bekel ini kita bisa mendaki melalui Petirtan Jolotundo
atau Candi Jolotundo.
Gunung
Bekel ini masih satu gugus dengan Gunung Penanggungan, gunung yang disuci dan
keramatkan oleh Majapahit.
Inilah yang menjadikan jalur pendakian kedua gunung ini semakin unik.
Jika di Gunung lain
menggunakan Pos sebagai penanda posisi kita, maka disini menggunakan candi
sebagai patokan.
Hal inilah yang membuat perjalanan ini serasa sebagai sebuah perziarahan.
Perjalanan mencari jatidiri untuk menuju sebuah puncak.
Diri kita seolah menjelma menjadi
Punggawa Majapahit yang sedang menjalani “lelaku” dengan menapaki satu persatu
candi.
Awal Perjalanan
sebelum gapura pas |
Jalan kaki dimulai dari Basecamp yang terletak di depan gerbang petirtan pas.
Dulu harus masuk
petirtan kemudian baru naik kearah hutan tempat pos pendakian berada.
Kelebihannya
anda tidak perlu untuk membayar tiket masuk wilayah petirtan. Kekurangannya,
perjalanan jadi lebih jauh.
Base camp – Candi Bayi
ASPALA |
Setelah melakukan registrasi dan persiapan kita akan langsung disambut dengan tanjakan, tapi tenang belum terlalu menanjak.
Awal perjalanan, disebelah kiri, diseberang
sungai kering, kita masih bisa melihat dengan samar jalan aspal menuju parkiran
candi jolotundo.
Tidak lama berjalan, kita akan ketemu dengan jalur dari arah petirtan.
Naik lagi ada persimpangan jalur ke Gunung Bekel via Candi Kendalisodo, tapi jangan mengikuti arah tersebut.
Pendaki dilarang mengikuti arah tersebut karena
jalurnya terjal serta ada banyak situs, khawatirnya akan berdampak buruk karena
ulah usil oknum pendaki.
Akar 1000, klo gak percaya hitung sendiri |
antara pos 2 dan warung, batunya rata rata berkelompok |
Karena jalur yang menanjak terus menerus, membuat hidung otomatis sering mengambil nafas pendek yang berulang-ulang.
Setelah 30 menit, berjalan dari basecamp, diantara kelompok batu-batuan, di sebuah tanah yang cukup lapang ada sebuah bangunan, yang bertuliskan Pos 2.
Lumayanlah untuk sekedar melepas lelah. Walaupun di peta tidak ada Pos 2 tapi sangat membantu menghibur diri untuk menempuh perjalanan yang panjang ini.
duduk sebentar |
Selepas dari pos ini kita akan bertemu lagi bangunan warung tepat dipersimpangan jalur.
Sayangnya warung masih tutup jadi kami hanya duduk didepan, sambil
melihat situasi yang ada di persimpangan tersebut.
belum buka |
Setelah itu jalan akan semakin menanjak, disebelah kanan terlihat Gunung Welirang dengan asapnya didampingi oleh Gunung Arjuno.
jangan salah pilih jalur |
Tanjakan ini ternyata berujung di sebuah tanah lapang yang merupakan basecamp dari Candi Bayi.
Candinya sendiri nyaris tidak terlihat dari bawah, karena berada dibalik rerimbunan.
Secara umum ini adalah sebuah reruntuhan batu candi yang disusun menjadi 2 blok. – situasi di candi ini agak aneh, selain bau wangi, salah satu anggota tim kami merasakan merinding yang sangat hebat-
disini wangi sekali |
Candi Bayi – Candi Putri
ternyata batu panjang |
Tidak lama kami berhenti disini, kemudian melanjutkan perjalanan yang mempertemukan kami dengan Watu Talang.
Ketika membaca peta, saya mengira Watu Talang adalah sebuah situs.
Ternyata Watu Talang adalah sebuah sungai bekas aliran lava pijar yang membeku memenuhi sungai jauh dari atas hingga kebawah.
Karena bentuk dan
fungsinya yang mengalirkan air, jadilah disebut talang. Dan karena terbuat dari
batu maka disebutlah Watu Talang.
jauh kebawah |
Pos 3 dengan latar Gn Welirang n Arjuno |
Keberadaan pos ini sepertinya memang dibangun untuk menandakan bahwa sudah menempuh setengah perjalanan, selain juga sebagai tempat untuk istirahat.
menunggu kabar dari para runner |
Jalur yang nanggung, tidak terlalu menanjak tapi melelahkan, membuat kami harus sering berhenti untuk menyelaraskan irama antara hidung dan paru-paru sekaligus menenangkan jantung yang degupnya mirip beduk takbiran.
Dan benar,
setelah melalui setengah perjalanan sisanya, orang terdepan tim kami melihat terpal
biru. Akhirnya sampai juga di kawasan Candi Putri.
dulu, pasti banyak pedagang cilok disini |
Kawasan Candi Putri
kali ini si thole jadi penjejak |
Ini saya ceritakan tersendiri karena selain bisa melihat bentuk utuh candi yang ternyata punden berundak dengan disandarkan pada tebing dan seolah tangga candi ini menuju puncak Pawitra.
Kami juga berbincang dengan beberapa orang yang sedang bersantai di pelataran candi.
Dengan menggelar terpal, empat orang perempuan menawari kami untuk beristirahat sebentar. Perempuan tersebut umurnya bervariasi.
Yang tertua 65 tahun, yang dua orang diatas 50 tahun sedangkan yang satu masih 23 tahun, pengantin baru.
gali info |
Sudah sejak Hari Jumat sampai disitu hingga melalui malam 1 Suro/Muharram disini.
Ini merupakan agenda rutin mereka setiap tahun.
Bahkan ketika Jalur ini ditutup,
mereka nekat menerobos melewati hutan demi sampai di tempat ini.
bercerita tentang... |
Tak ubahnya para pendaki, mereka datang tidak dengan tangan kosong tetapi dengan membawa tas carier besar itu pun masih ditambah dengan kresek di kedua tangan.
Tak mengherankan jika mereka membawa bekal sebanyak itu, karena tidak hanya sehari disana namun berhari-hari.
Tidak hanya 4 orang tersebut, tapi masih banyak lagi rombongannya,
saat kami disitu, yang lain masih mengunjungi candi-candi disekitarnya.
Mereka berasal dari sebuah komunitas yang dipimpin oleh seorang laki-laki berusia 70 tahun.
-saya tidak bertanya lebih jauh,karena saya sibuk mensikronkan pikiran
dan tubuh yang masih belum bisa klop setelah terkena tanjakan-.
Uniknya komunitas ini adalah, jika kebanyakan
warga menziarahi makam wali songo, mereka memilih jalan sulit untuk menziarahi
candi-candi disekitar Gunung Penanggungan ini.
hawanya menenangkan |
Aktivitas mereka yang menyepi di gunung mungkin aneh tapi tidak di Jaman Majapahit dulu.
Gunung ini pasti sangat ramai dikunjungi orang entah untuk beribadah, entah untuk melaksanakan tugas atau aktivitas lain.
Bahkah ditemukan Jalur Kuno Majapahit yang mengitari Gunung ini termasuk melewati candi-candi.
Konon jalur kuno tersebut bisa dilewati kereta kuda hingga kepuncak pawitra.
Candi Putri – Candi Pura
Pos 4 |
Setelah bercakap-cakap dan berfoto-foto kami pamit untuk meneruskan jalan kaki, karena sudah ketinggalan jauh oleh dua orang dari kami yang hari itu berlatih trail run.
Sekira 10 menit setelah beranjak dari candi putri, lagi-lagi kami ketemu dengan pos 4.
Disini bahkan lebih
lengkap karena ada spot foto dengan latar puncak bayangan penangungan via
tamiajeng.
Kami tidak
berhenti karena memang baru sebentar berjalan. Banyak pendaki yang ada disitu
untuk istrirahat.
sama-sama berat |
Hanya satu tanjakan yang yang cukup panjang kami tiba di sebuah persimpangan tempat Candi Pura berdiri.
Dibanding Candi Putri, Candi Pura ini lebih pendek namun ada
sebuah lumpang batu didepannya.
kira-kira ini dipakai untuk apa? |
candi pura |
Candi Pura – Candi Naga
menuju bekel |
Dipersimpangan ini kami belok kiri, jika lurus maka menuju Puncak Penanggungan.
Jalurnya cenderung menurun karena ini menuju lembah untuk berpindah gunung.
Ketika
menoleh ke lereng Gunung Bekel, samar-samar terlihat tangga di tebing curam
menanti untuk ditapaki membuat turunan ini terasa hambar. Turun untuk naik.
kelihatanya akan sangat melelahkan |
Setelah melewati lembah, naik sebentar sampailah di Candi Naga I, Candi yang mirip dengan candi putri namun berbeda arah.
-ujung tangga mengarah ke Gunung Bekel-
Disini kami beristirahat sebentar sambil mengumpulkan oksigen sebagai bahan
bakar untuk mendaki tangga didepan.
ternyata si thole suka juga sama candi-candi |
Saya tidak tahu kenapa dinamakan Candi Naga, tidak terlihat relief naga disitu.
candi naga |
Candi Naga – Puncak Bekel
emang bener melelahkan |
Tangga yang ada di lereng Bekel ini ternyata dinamai Tanjakan Mantan.
Ketika lewat disini hampir dipastikan mengumpat dalam hati, minimal mengutuk.
Sama ketika kita teringat dengan mantan, terutama mantan yang menyakitkan hati.
Ingat, mantan terindah hanya ada di lagunya Kahitna.
Mulai tanjakan mantan ini vegetasi sudah berupa sabana atau alang-alang.
Tentunya panas menyengat karena sudah tidak ada kanopi pepohonan.
Tenaga jadi lebih
terkuras.
gunung gajah mungkur |
Inilah dilemanya, jika terlalu lama berhenti akan terbakar matahari, namun untuk cepat-cepat melaluinya kurang mendapatkan dukungan dari jantung dan paru-paru.
Solusi terbaiknya berbaliklah dan akan
terlihat Puncak Pawitra dan Gunung Gajah Mungkur.
Setelah berjibaku melawan panas dan mendamaikan nafas, akhirnya sampailah kita di Puncak Bekel yang hanya 1248 Mdpl. 3,5 Jam kami jalan kaki mendaki gunung ini.
Tim kami yang nge-Trail run datang 1 jam lebih cepat dari kami.
perayaan sampai dipuncak |
Di puncak Bekel, sambil menunggu tersibaknya awan di puncak pawitra, kami sarapan dulu, mengisi perut, sebelum dia memprovokasi organ yang lain untuk memberontak.
ritual wajib di puncak |
Melihat ketinggiannya barangkali bukan apa-apa.
Anggota terkecil kami yang baru berumur
11 tahun bahkan mengatakan, “kurang duwur” cuma seribu dua ratus.
ASPALA hanya ber- 7 -an |
Seperti biasa, pemandangannya sangat indah, Puncak Pawitra adalah pemandangan terindah.
Namun ada Hidden Gems lain. Bergeserlah sedikit kepinggir, pandanglah lereng penanggungan.
Ketika matahari menyinari, anda akan paham kenapa gunung ini begitu istimewa di jaman Majapahit, tampaklah candi-candi diantara pepohonan.
Setidaknya ada lima candi yang tampak, jika jeli mungkin masih ada lagi yang terlihat.
zoom untuk melihat candi-candi |
Mungkin, kalau Majapahit tidak sibuk mempersatukan nusantara, pastilah ada Mega Proyek pembangunan IKM (Ibu Kota Majapahit) di gunung suci ini.
Perjalanan Turun
tanjakan mantan ketika turun |
Seperti biasa, lebih cepat, namun hati-hati di tanjakan mantan, jalurnya terjal.
Kami masih bertemu dengan komunitas yang ada di candi putri, entah kapan turunnya.
-Konon
untuk turun pun mereka punya perhitungan waktu sendiri, tidak asal turun-
foto ketika turun |
Candi Bayi kembali menghadirkan “kesan”uniknya, membuat merinding beberapa anggota tim kami.
Warung yang saat berangkat baru akan buka, ketika kami turun sudah buka
sepenuhnya, ada beberapa pendaki dengan gaya khas orang tengger sedang ngopi
dan minum es disitu.
yang tak terlihat ketika berangkat |
Selepas warung, saya yang berjalan paling belakang, sempat dua kali merasa melihat seorang dengan baju hitam sedang berjongkok di sekitar saya, namun ketika berhenti dan mengamati tidak ada siapapun.
Searah dengan (perasaan saya) tempat orang tersebut berjongkok, hanya ada
batu- batu yang sepertinya sengaja dikumpulkan.
Estimasi Perjalanan
Waktu Berjalan
07.24 WIB |
Base camp -
Pos 2: 35 menit
Pos 2 –
Warung Persimpangan : 10 Menit
Warung
persimpangan – Candi Bayi : 20 Menit
Candi
Bayi-Watu Talang : bersebelahan
Candi Bayi
– Pos 3: 25 Menit
Pos 3 –
Candi Putri: 25 Menit
Candi Putri
– Pos 4: 7 menit
Pos 4 –
Candi Pura: 8 menit
Candi Pura
– Candi Naga: 10 Menit
Candi Naga
– Puncak Bekel: 20 menit
Waktu Istirahat Total 50 menit
Perjalanan Kembali Ke Base Camp (Berjalan Berombongan): 1 Jam 44 menit
13.44 WIB |
Tips dan Advice
hanya bertiga |
Dengan hanya 1248 Mdpl sangat menggoda untuk didaki.
Tapi jangan tertipu dengan covernya, untuk pemula lebih baik cari gunung yang lain dulu.
Jangan Jadikan Bekel sebagai gunung pertama
Jika
mendaki pertimbangkan membawa air minum yang lebih. Jangan berspekulasi warung
diatas akan buka.
Selain
peta, disepanjang jalur pendakian banyak sekali petunjuk arah, kemungkinan
kecil akan tersesat. Beda lagi jika anda “disesatkan”.
Bawa turun
sampahmu ya, karena masih saja banyak yang membuang sampah sembarangan.
Berjalan kaki itu lebih baik daripada diam.
Jalan kaki di pegunungan hanya tentang
bagaimana pikiran mengontrol tubuh untuk sampai di tujuan yang telah kita
tetapkan sendiri.
bukan pameran sepatu |
Komentar
Posting Komentar