Wajah Baru Benteng Pendem Van Den Bosch (Megah dan Indah)

 

Benteng Pendem Reborn

sudah berubah (dok.pri)
 

Secara tidak sengaja saya datang kesini ketika mudik kali ini.

Awalnya hanya mengantar, eh mendampingi eh mengawal si Bunda lari pagi.

Sengaja saya lewatkan rute karnaval tempo dulu. Alun2-Diponegoro-RSUD-Trunojoyo-Kartini-Hasanudin- + 1 putaran Alun2 yang ternyata belum ada 7 km.

Setelah itu - sebagai pendatang- menyempatkan foto2 di salah satu ikon Ngawi, Tugu 0 KM, yang ada dipojokan Timur Selatan Alun2 atau didepan Kodim.

Anak-anak dirumah rewel. sekalian saja kami angkut bawa ke benteng, si bunda - yang anak kolong- pengen lihat juga benteng pendem ini.

Kusam, seram dan kelam perasaan yang hadir ketika dulu masuk ke dalam benteng ini. Ditambah dengan bau pesing yang menyengat serta suara cicit burung walet yang bersahutan semakin menambah kemistisan suasana.  
Karena keseramannya pula, tempat ini jadi tempat syuting Kuntilanak 3.

Semuanya itu berubah sekarang, setelah beberapa waktu lalu Benteng Pendem ini menjadi salah satu sasaran Program Rehabilitasi Bangunan Pusaka Benteng Pendem oleh Kemen PU.

para pekerja (dok.pri)


Ketika awal dicanangkan saya berharap banyak akan ada perbaikan yang signifikan daripada hanya menjadi sarang burung walet.

Rasa penasaran saya terhadap bentuk setelah rehab ini terjawab sudah. Hanya satu kata, Megah. Walaupun belum sepenuhnya selesai namun sudah tampak bagaimana dulu Van Den Bosch ketika awal berdirinya.

Bersamaan dengan para pekerja yang masuk kerja hari itu, mobil yang kami tumpangi masuk ke dalam kawasan benteng ini.

Teduh yang kami rasakan, ketika masuk selepas gapura besar. Belum ada juga petugas karcis yang mencegat kami.

kanopi pohon Trembesi(dok.pri)


Karena parkirannya luas, kami sembarang saja untuk parkir, karena blm ada plang parkir apalagi tukang parkir.

Dari tempat parkir, sudah nampak bangunan berwarna putih. Berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika kami datang yang masih tampak kusam dan seram.

Sangat berbeda jauh dengan jaman saya masih SD, akhir 80-an sampai awal 90-an. -saat itu sebagian masih digunakan untuk barak dari Yon Armed 12-. Setiap kali pelajaran olahraga, oleh guru olahraga yang jika kehabisan bahan ajar pasti diajak berkeliling dan masuk ke benteng ini.

Walaupun masih proses rehabilitasi, pengunjung bisa mendekat, namun tidak bisa masuk ke dalam bangunan karena masih dalam pengerjaan.

Sementara hanya boleh mengelilingi bangunan benteng melalui tanggul yang sudah dibangun jalan beton diatasnya. Di beberapa spot tampak bangunan calon MCK bersebelahan dengan gardu jaga buatan Yon Armed.

jalan diatas tanggul(dok.pri)


Tanggul ini dulunya juga berfungsi sebagai penahan serangan. Dari atas tanggul -yang tingginya hampir sama dengan atap benteng- terlihat jembatan yang menghubungkan antar bangunan. Melihat ini jadi teringat film 13 Hours: Secret Soldier Of Benghazi. Dimana atap menjadi pusat pertahanan sekaligus tempat menyerang yang strategis.

jembatan penghubung antar atap(dok.pri)


Ketika melihat jembatan itu, serasa dejavu, seolah melihat beberapa teman SD saya yang menggunakan seragam olahraga, berlarian disitu sambil bermain memperagakan adegan tembak -menembak.

Tembok-tembok tambahan yang sengaja dibangun untuk sarang walet sekarang sudah tidak ada lagi. Berganti dengan jendela-jendela besar, dari kayu tentunya. Sebagian lagi kembali jadi selasar, mirip sekali dengan Lawang Sewu.

kembali ke asal(dok.pri)


Dibelakang, terlihat saluran air yang sezaman dengan benteng ini yang sepertinya belum direhab, baru disingkap. Saluran air tersebut terus lurus menembus tanggul, menyeberangi kanal dan berakhir di pertemuan dua sungai, Bengawan Solo dan Kali Madiun.

saluran air/saluran pembuangan?(dok.pri)


Di beberapa tempat, lapisan plester sengaja dikupas ditampakkan susunan batanya. Mengingatkan pada Rest Area 260 B Banjaratma. Mungkin ini Signature dari KemenPU ketika mengerjakan rekontruksi tempat bersejarah.

signature KemenPU(dok.pri)


Melihat dari papan petunjuknya, masa kontrak bakal habis di Januari 2023. Progres sekarang sudah 90%.

Jika sudah diserahkan -saya tidak tahu diserahkan pada siapa, semoga saja Ke Pemkab Ngawi- pemeliharaan pasti membutuhkan biaya besar.

Semoga Pemkab Ngawi bisa menjaga amanah ini. Mengingat perjuangan untuk mendapatkan kembali benteng ini tidak mudah dan waktu yang sangat panjang. Biaya pasti besar. termasuk harus memindahkan Markas batalyon.

Dulu sering ada event Grass Track/Motorcros di halaman ini. Bahkan dulu pernah dibangun Panggung Kesenian, karena pasar malam juga didakan disini.

Kembalinya benteng ini, direkontruksinya benteng ini membuktikan "kesaktian" dan kesabaran orang ngawi.

megah dan anggun(dok.pri)


Tanah kosong disekitar yang sangat luas, dengan status Eigendom memungkinkan pembangunan atau pengembangan wisata lainnya. Tentunya tanpa meninggalkan benteng itu sendiri.

Belum lagi tempatnya yang strategis diantara dua sungai. Dengan ide yang tepat pastinya akan menjadi suatu tempat yang unik.

Belum jelas betul kenapa disini dipilih menjadi tempat bangunan benteng itu. Ada yang berpendapat ini merupakan dari strategi benteng stelsel untuk menghambat gerak Pangeran Diponegoro.

Tapi mungkin juga merupakan ekses dari pembantaian kaum tionghoa yang dipimpin RA. Yudakusuma istri Bupati Ngawi saat itu. Sehingga Belanda perlu untuk membangun Pos pertahanan agar kejadian tersebut tidak berulang. Kemungkinan lokasi tempat perang itu tidak jauh dari benteng ini. Dimana ada bandar dan pelabuhan sungai.

dari sisi belakang(dok.pri)


Tidak banyak kota yang secara kebetulan dibangun benteng oleh Belanda. Tidak banyak juga bangunan bersejarah yang bisa menjadi sasaran proyek pemerintah pusat.

Karena proyek ini gratis murni dibiayai APBN, yang tidak dibiayai APBD maupun pihak ketiga. Harapanya tiket masuk sewajarnya, tidak menjadi mahal yang akhirnya kembali ditinggalkan.

Benteng itu telah kembali utuh.  

Selamat menikmati Benteng Pendem Van Den Bosch The Heritage.

NB: Jika anda butuh ngopi atau sarapan, di sekitar tempat parkir, ada kantinnya. jangan khawatir ngopi disini, karena pastinya air pasti direbus. Bukan air termos, seperti di tempat2 wisata di Jogja. Harga juga standar. Soal rasa tidak mengecewakan.

Indah pada waktunya(dok.pri)


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan Populer