Mirip Sinetron Adzab, Seorang Bapak Yang Kabur Dari Rumah Anaknya
Saya tahu beliau ketika pada suatu pagi diantar oleh perangkat desa menggunakan Mobil Ambulance Desa ke Kantor Dinas pengurus air mata ini.
Dengan
berjalan tertatih-tatih dituntun oleh perangkat desa tanpa alas kaki, khas
seorang tua yang terkena serangan stroke.
Seperti
biasa, staf kantor yang cara bicara dan gesturnya mirip sama Ivan Gunawan
mengadakan wawancara. Untuk mengetahui apa dan siapa beliau ini. Saya ikut
mendampingi saja sambil mendengarkan.
Kali ini tidak ada kehebohan teriakan, asesmen cukup tenang, staf yang mirip Igun tersebut.
Bersama dengan anggota tim yang lain, yang juga sama-sama lulusan
sekolah tinggi di Dago Bandung ini rupanya sudah tahu trik untuk mewanwancarai
si bapak tersebut.
Sebelum
wawancara dengan si bapak, saya tanyai perangkat desa bagaimana mereka bisa
menemukan si bapak ini. Perangkat desa yang ternyata Sekdes ini menjelaskan,
bahwa bapak ini sudah sejak subuh terlihat diperempatan jalan desa yang ada pohon
taloknya dan ada lincak dibawahnya.
Awalnya
warga mengacuhkan dikira orang yang sedang berjalan-jalan pagi. Ketika agak
siang masih terlihat disitu dan ditanyai oleh warga tidak jelas jawabnya
barulah warga melapor kepada Pak Kades.
Pun ketika
perangkat desa menanyainya juga tetap kurang jelas. Akhirnya Pak Kades menyuruh
perangkat desa-nya untuk mengantarkan pulang kerumah (mantan) istrinya (sesuai ceritanya
pada Pak Kades). Karena koordinasi G To G antar desa tidak menemukan
alamat yang disebutkan, diantarkanlah si
bapak Kekantor kami setelah sebelumnya di beri sarapan.
Kabur Dari Rumah Anaknya Dengan Diantar Anaknya Yang Lain
Memang
tidak mudah mewancarai bapak ini, sepertinya beliau pernah terkena stroke
sehingga jawabanya harus menunggu lama karena berusaha mengingat-ngingat dan
tentunya sambil patah-patah tidak lancar.
Ketika kami
secara tidak sengaja menatap ke beliau, spontan
langsung terucap “saya tidak mau diantar ke rumahnya mawar -nama
samaran-, saya dipukul -sambil mempratekkan, cara dia dipukul di pipinya-“
jawabnya dalam Bahasa Indonesia. “saya kerumah Mas saya saja, di
Sidoarjo”terusnya, sebelum kami sempat bertanya.
“gimana
pak? bapak tadi darimana?” tanya salah seorang staf. “saya mau ke sidoarjo, ke
porong”, “rumah mas saya” jawabnya, beda dengan pertanyaan.
Intinya
dari wawancara yang panjang dan lama, secara naratif berdasar cerita si bapak.
Bapak Itu selama tinggal di Kota ini Bersama Mawar, anak pertamanya, yang istri
dari seorang guru SMP. Anak keduanya bernama Badu, yang bungsu bernama Aldi –
nama samaran- keduanya sedang kuliah di Malang.
Selama tinggal dirumah Mawar bapak ini kerap mendapatkan perlakuan yang kasar dari anaknya tersebut. Puncaknya dia minta pulang ke Sidoarjo, kerumah kakaknya yang siap menampung dia.
Perihal kenapa dia terdampar dipinggir jalan tersebut,
katanya setelah subuh diantarkan oleh si Badu mau ke Porong, tapi tidak tahunya
malah ditinggal di pinggir jalan.
Ketika di
tanyakan KTP, beliau menjawab bahwa KTP di bawa oleh Mawar. Bapak ini hanya
membawa sebuah kresek berisi pakaian. Uang yang ada padanya hanya 20 Ribu
rupiah pemberian mantan istrinya, yang katanya juga tinggal di kota ini.
Agak termangu sebentar ketika mendengar bapak itu meyebutkan bahwa anak perempuannya berbuat kasar kepadanya.
Saya kira anak berbuat kasar hanya ada di sinetron azab. Tapi hari
ini saya mendengar cerita tersebut dari seorang bapak.
Tapi saya
tidak berniat untuk menelisik lebih dalam lagi kebenaran cerita itu atau mengutuk
anaknya. Tugas kami untuk memulangkan alamat sesuai KK yang kami dapatkan dari
Tim Inafis Polres.
Komentar
Posting Komentar