Penanganan Kemiskinan (Seharusnya) Bukan Hanya Diatas Kertas dan Baliho

 


ilustrasi (dok. pribadi)

Penanganan Diatas Kertas

Kemiskinan ekstrem ternyata menjadi isu yang santer didengungkan , bukan hanya di Indonesia tapi juga didunia. Dan semakin naik angkanya sejak Pandemi Covid 19 melanda.

Angka kemiskinan ekstrem yang yang semakin meningkat di Indonesia, memaksa pemrintah untuk “berbuat sesuatu”. Penangan kemiskinan Ektrem yang pada tahun 2021 hanya diberlakukan pada 35 Kabupaten/Kota, pada tahun 2022 ini diperluas menjadi 212 Kabupaten/Kota.

Untuk menunjukkan kesungguhan pemerintah mewujudkan 0% kemiskinan ekstrem pada Tahun 2024 dikeluarkanlan Inpres Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Inti dari Inpres tersebut adalah memerintahkan kementerian sampai pemerintah daerah untuk “berbuat sesuatu”. Siapa melakukan apa.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Budaya bergerak cepat dengan segera menerbitkan Kepmen Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kabupaten/Kota Prioritas Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim Tahun 2022-2024.

Karena daerah yang menjadi prioritas sudah ditetapkan, biasanya Kemendagri selaku pembina Pemerintah Daerah akan segera menerbitkan peraturan pelaksanaan entah berupa Kepmen atau Inmen atau Surat Edaran saja. Dan biasanya didalam peraturan yang akan dikeluarkan akan disertai reward maupun punishment -untuk tidak menyebut ancaman-.

Petunjuk Kemendagri menjadi sangat penting karena Inpres ini muncul di pertengahan tahun. Secara siklus perencanan maupun penganggaran sudah berada pada fase ditengah perjalanan untuk Tahun Anggaran 2022. Bukan berarti tertutup sama sekali jika dipaksakan dilaksanakan di Tahun 2022, masih ada P-APBD-walaupun sebagian kabupaten/kota sudah melakukan pembahasan-.

Tenang saja, Pemerintah Daerah cukup pintar dan punya jurus ampuh menyikapi hal-hal seperti ini. Terutama agar terhindar dari sanksi, yang berupa pemotongan DAU.

Karena memang indicator sudah dilaksanakannya Inpres itu, cukup sederhana, hanya berupa pertanyaan “berapa persen APBD yang digunakan untuk penanganan kemiskinan ekstrim”.

Pada tataran ini, bisa dipastikan target yang telah ditetapkan dalam Inpres tersebut akan tercapai.

Antara Kebutuhan Hidup dan Gaya Hidup

Penanganan kemiskinan sebenarnya bukan hal baru. Penurunan kemiskinan selalu menjadi komoditi unggulan  kampanye untuk meng-gaet simpati konstituen pada semua level pemilihan -pun pemilihan kepala desa-.

Tapi anehnya penanganan kemiskinan tidak pernah tuntas, bahkan cenderung naik setiap tahunnya.  Ini secara sederhana bisa dilihat semakin naiknya anggaran untuk bantuan sosial yang berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah penerima bantuan.

Disadari atau tidak, berbagai program pemerintah sudah diarahkan mengurangi pengeluaran keluarga mikin. Misalnya, program pemerintah melalui kemensos yang bernama BPNT, harapan dari program ini adalah mengurangi pengeluaran dari penerima bantuan, untuk membeli sembako sebesar 200 ribu/ bulan.

Demikian juga dengan PKH yang katanya para penerima manfaatnya adalah orang-orang termiskin        -walaupun pada prakteknya belum tentu orang paling miskin-.

Program BOS disekolah, terutama sekolah negeri tentunya memiliki harapan yang sama, mengurangi pengeluaran untuk membayar sekolah. Program Zonasi pun juga mempunyai semangat yang sama, mengurangi pengeluaran untuk ongkos transportasi ke sekolah

Usaha dari pemerintah tersebut ternyata kurang mendapat sambutan yang selaras. Kelebihan-kelebihan pendapatan yang berasal dari simpanan berkurangnya pengeluaran seharusnya untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, malah habis untuk memenuhi GAYA HIDUP.

Jadi bisa disimpulkan berapapun bantuan yang diberikan akan tetap kurang karena digunakan untuk memenuhi gaya hidup.

Sekarang orang berlomba-lomba untuk masuk kedalam DTKS, karena memang untuk mendapatkan bantuan  pemerintah harus masuk kedalam daftar yang ditetapkan oleh Kementerian sosial ini.

Para pejabat politis terutama ditingkat terbawah, tidak bisa berbuat banyak karena menyangkut keterpilihan didesanya. Jamak dijumpai yang jumlah penduduk yang terdaftar di DTKS hampir sama dengan jumlah seluruh penduduknya.

Penanganan kemiskinan akan sangat efektif jika Pemerintah disemua tingkatan dan masyarakat sadar diri.

Salah satu hal riiil yang dapat diberikan oleh Pemerintah adalah jaminan bahwa untuk bekerja dipemerintahan itu GRATIS, yang penting lulus tes sesuai peraturan yang berlaku. Menjaga tidak ada Kolusi atau Nepotisme.

Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu penyebab orang miskin tetap miskin adalah karena tidak punya pekerjaan. Harapan paling nyata adalah dengan bekerja mengabdi pada negara.

 Kemiskinan memang bukan hal baru, dunia memang diciptakan ada yang kaya dan ada yang miskin. Jika tidak demikian maka tidak ada permasalahan di dunia ini.

Kemiskinan masih diperlukan, agar janji-janji tetap bisa ditebar.

 https://www.kompasiana.com/albarianristo/62b29397bb44864c6c219ad4/penanganan-kemiskinan-yang-hanya-diatas-kertas-dan-baliho

 

 


Komentar

Postingan Populer